“Kampus
rumah tangga,” berpendapat seorang mahasiswa secara spontan setelah mendengar
orator ruangan memaparkan kondisi kampus peradaban-merah maron yang dosennya
adalah pasangan-pasangan suami-istri. Dosen Y ternyata istrinya adalah dosen A,
dosen E istrinya adalah dosen R, dst.
Memang
tidak semua demikian, namun jumlah pasangan ini juga tidak sedikit. Munkin juga
ini hanya terjadi di Fakultas MIPA UNG. Dekan fakultas MIPA contohnya, siapa
suaminya?. Kajur fisika, siapa istrinya?. Kaprodi Geologi, siapa suaminya? Dll.
“Ada
cara mudah untuk menjadi dosen di UNG ini,” kata sang Orator. “menikah saja
dengan dosen,” katanya lagi. Disaat yang hampir bersamaan dengan argumen sang
orator, kawan kuliahku mengatakan “hamili saja anaknya dosen,” kelas pun
menjadi gaduh, dipenuhi tawa-tawa ilmiah.
Menurut
aplikasi penerjemah (PD English-Indonesia). Nepotisme dalam bahasa Inggrisnya
adalah “nepotism” yang memiliki arti “mendahulukan sanak
saudaranya sendiri dalam sebuah jabatan”.
Kampus
ini memang unik. Kampus ini merupakan lahan yang baik untuk tumbuh suburnya
nepotisme.
Kampus
rumah tangga adalah kampus yang di dalamnya berisi kerabat-kerabat dekat,
kampus yang dosennya adalah sepasang suami-istri.
Ada
tiga kata yang sejak dulu hingga kini menjadi persoalan bangsa, yaitu: korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Persoalan korupsi, secara khusus sudah ada lembaga
independen yang mengurusnya, lembaga KPK (komisi pemberantasan Korupsi)
namanya. Sedangkan dua masalah lagi belum mendapatkan perhatian khusus. Oleh
karena itu, pemerintah perlu membentuk lagi lembaga independen lainnya yang
mengurusi persoalan kolusi dan nepotisme. Bisa KOPKOL (komisi pemberantasan
kolusi) dan KOPEN (komisi pemberantasan nepotisme).
Aku
tak tahu, apa yang salah dengan KKN.
0 coment�rios: