Tulisan ini aku maksudkan agar
semua tau, ternyata banyak saudari-saudari kita menjadi objek pelampiasan nafsu
dari seorang dosen. Aku takut melawan. Teman-temanku juga yang laki-laki maupun
perempuan semuanya pengecut dan hanya bisa diam. Aku mungkin tak seberani
mereka yang sering berteriak ketika unjuk rasa. Tapi tak mengapa, Aku masih
bisa melawan kebejatan dengan pena.
Sebut saja namaku Bunga (Mohon maaf kalau ada yang sama nama, ini hanya samaran). Sekarang Aku mahasiswi semester 4 disalah-satu jurusan dalam Fakultas MIPA. Teman-temanku dijurusan lain mengatakan kalau FMIPA adalah gudangnya orang-orang cerdas. Mereka juga bilang, kalau FMIPA dosenya banyak ustad dan mahasiswanya alim-alim. FMIPA selalu memberikan prestasi. Mahasiswi disini pula kebanyakan mengenakan jilbab bagi yang muslimah sementara mahasiswanya banyak yang berjenggot dan celana bagian bawahnya diatas mata kaki. Aku merasa bangga dengan pernyataan tersebut.
Sebut saja namaku Bunga (Mohon maaf kalau ada yang sama nama, ini hanya samaran). Sekarang Aku mahasiswi semester 4 disalah-satu jurusan dalam Fakultas MIPA. Teman-temanku dijurusan lain mengatakan kalau FMIPA adalah gudangnya orang-orang cerdas. Mereka juga bilang, kalau FMIPA dosenya banyak ustad dan mahasiswanya alim-alim. FMIPA selalu memberikan prestasi. Mahasiswi disini pula kebanyakan mengenakan jilbab bagi yang muslimah sementara mahasiswanya banyak yang berjenggot dan celana bagian bawahnya diatas mata kaki. Aku merasa bangga dengan pernyataan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, setelah
mengikuti ujian semester, salah satu matakuliahku mengalami masalah nilai. Aku
lalu menghubungi dosen bersangkutan. Dalam percakapan dosen tersebut menyuruhku
menghadap langsung keruangannya. Pada hari yang dimaksudkan aku masuk keruangannya.
Aku tidak sendiri, di dalam ada beberapa mahasiswi sedang konsultasi. Mereka
adalah kakak tingkat. Setelah beberapa menit konsultasi aku melihat dosen itu
sesekali memegang tangan mahasiswi yang sedang konsultasi itu, aku merinding
melihatnya. Apa dia tidak malu. Masa seorang dosen sudah berkeluarga bisa
melakukan hal tersebut. Mahasiswi yang sesekali dipegang tangannya
kadang-kadang juga ia tarik untuk menghindar.
Tibalah saatnya aku yang
konsultasi. Waktu itu tinggal aku seorang, mahasiswi yang lain sudah selesai. Sebenarnya
aku agak risih namun apa boleh buat. Setelah menyampaikan keperluanku. Aku yang
tadi berada didepannya disuruh pindah kesampingnya untuk melihat nilai yang
telah ia berikan kepadaku. Jantungku berdebar-debar, beribu bertanyaan muncul
dikepalaku. Akankah ia melakukan hal yang sama dengan yang tadi dia lakukan
pada mahasiswa sebelum aku? Kegelisahanku akhirnya terjawab. Setelah ia
menanyakan nilai apa yang aku kehendaki tangannya yang kurang ajar itu
diletakkannya di atas pahaku karena tanganku ada disitu. Tangan ini serasa ingin
ku gepal dan memukul hidung dan menusuk matanya. Namun niat itu kuurungkan. Air
mataku sekuat tenaga kutahan agar tidak muncul dan membasahi pipiku. Setelah
nilai itu ia ganti dengan perasaan malu aku pamit diri untuk keluar. Setelah
berdiri, dosen tersebut masih sempat mengelus pantatku dengan bejat sambil
berkata “rajin belajar nou wa”.
Pengalaman buruk tadi lalu ku
ceritakan pada teman-teman dan beberapa kakak tingkat yang ternyata penakut dan
seperti banci saja. Karena mereka hanya menyuruhku bersabar. Setelah aku usut
ternyata hampir seluruh mahasiswa di jurusan ini mengetahuinya, semacam rahasia
umum.
0 coment�rios: